Senin, 07 Agustus 2017

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)

1). Tatalaksana DBD Tanpa Syok

Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan Penyakit lain adalah adanya peningkatan permiabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostatis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (The Time of Defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan  perembesan plasma dan gangguan hemostatis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hemotokrit. Fase kritis ini pada umunya mulai terjadi pada hari ke tiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai ≤ 100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit sebelum terjadinya penurunan suhu. Peningkatan hematokrit ≥ 20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemeberian cairan. Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/µl. Secara umum pasien DBD drajad I dan II dapat dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit Kelas D,C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi tiga fase yaitu, fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan (Konvalenses):

a. Fase demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalakasana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan . Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

b. Fase Kritis

Priode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mngkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan drajad kebocoran plasma dan pedomon kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal sekali sejak hari sakit ke tiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat digunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. walaupun demikian penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30 - 60 menit). Tetesan berikutnya harus disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan apabila:
1). Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi serta tidak mungkin diberikan minum peroral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat syok.
2). Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan bergantung derajat dehidrasi dan kehilanganelektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0.45%. Bila terdapat asidosis, diberikan Natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB Intravena bolus perlahan-lahan.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringger laktat/NaCl 0,9%, 6-7 ml/kg/BB. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan selama 24-48 jam.

Jenis cairan

  • Kristaloid: larutan Ringger Laktat (RL), Larutan Ringger Asetat (RA), Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) , Dektrosa 5% dalam larutan Ringer Asetat (D5/RA), Dektrosa  5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
  • (Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang mengandung dektosa)
  • Koloid: Dekstran 40, plasma, Albumin, Hidroksil etil Strach 6%, gelafundin.

c. Fase penyembuhan/Konvalesen

Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/sekunder akan muncul pada daerah ekstrimis. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsobsi cairan ekstravaskuler kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distras pernafasan.
demam-berdarah-3
Ruam di kulit yang menyeluruh dengan bercak-bercak putih (halo)

 

2). Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)

Syok merupakan suatu keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume replacement) adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, latergi/lemah, ekstrimisitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20mmhg) atau hipotensi, dan pemingkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat secara terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Pada penderita SSD dengan tensi tidak terukur dan tekanan nadi ≤20 mmhg segera beri cairan kristaloid sebanyak 20ml/kgBB selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Tatalaksana DBD dengan syok meliputi:

a. Penggatian Volume plasma segera

Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai Berat Badan ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebih 30 ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500 ml/ hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian tranfusi darah segar/komponen sel darah merah dalam volume kecil (10 ml/kgB/jam) dapat diulang sampai dengan 30 ml/kgBB/jam, setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.

b. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Pengantian Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 am.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan dengan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.
Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskuler (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.

c. Koreksi gangguan Metabolik dan Elektrolik

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila  asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID (Koagualasi Intravascular Disseminata), sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.

d. Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter permenit arus selalu diberikan pada semua pasien syok. dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabla dipasang masker oksigen.

 

e. Tranfusi darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjagan (prolonged shock). Pemberian tranfusi darah dberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabial disertai hemokonsentrasi. Penurunan hemotokrit (misal dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi perdarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguan untuk pasien dengan KID (Koagualasi Intravascular Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menyebabkan kematian.

f. Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam monitoring adalah:
  1. Nadi, Tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok dapat teratasi.
  2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
  3. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan cairan sudah mencukupi.
  4. Jumlah dan frekensi diuresis.
Pada pengobatan renjatan/syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS rujukan.

g. Ruang rawat Khusus Untuk DBD/SSD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua/kelarga pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum mapun yag diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.

h. Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini:
  1. tampak perbaikan secara klinis
  2. tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
  3. tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
  4. hematokrit stabil
  5. jumlah trombosit >50.000/µl dan menunjukkan kecendrungan meningkat.
  6. tiga hari setelah syok teratasi (hemodinamik stabil)
  7. nafsu makan membaik.
    (sumber: Pedoman pengendalian DBD Kementerian Kesehatan, 2015)

Tatalaksana Demam Dengue (DD)


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap. Pada fase demam pasien dianjurkan:
  1. Tirah baring, selama masih demam.
  2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
  3. Untuk menurukan suhu menjadi < 39ºC, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis
  4. Dianjurkan pemberian cairan elektrolit peroral, jus buah, sirup, susu, disamping air putih, dianjurkan palingsedikit diberikan selama 2 hari.
  5. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokritsampai fase konvalenses.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus di observasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebt merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa kerumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2 - 3 hari, tidak eprlu lagi diobservasi.
(sumber: Pedoman pengendalian DBD Kementerian Kesehatan, 2015)

Pertolongan Pertama Penderita infeksi Dengue

Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. gejala dan tanda awal DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, terus menerus selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bntik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakan kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang , bukan tanda penyakit DBD.
Apabila keluarga atau masyarakat menemukan gejala dan tanda tanda diatas, maka diberi pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut:
  1. Tirah baring selama demam.
  2. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat menyebabkan nyeri uluhati akibat gastritis atau perdarahan.
  3. Kompres hangat
  4. Minum banyak (1-2 liter/hari) semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali cairan berwarna coklat dan merah (susucoklat, sirup merah)
  5. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, dan tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang)
Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera bawa berobat/periksakan ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan.
siklus
Siklus penyakit DBD

Kamis, 03 Agustus 2017

Diagnosis Laboratoris Infeksi Dengue


527d0-demam_berdarah_dengue-1

Diagnosis Infeksi Dengue

Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tatalaksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans, penelitian dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif.

Kriteria Diagnosis Laboratoris

Kriteria Diagnosis Laboratoris infeksi dengue baik demam dengue, demam berdarah dengue maupun expanded dengue syndrom terdiri atas:
  1. Probable; apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi anti dengue (deteksi antibodi) serum tunggal dan/atau penderita bertempat tinggal/berkunjung ke daerah endemis DBD dalam kurun waktu masa inkubasi.
  2. Confirmed; apabila diagnosis klinis diperkuat dengan sekurang-kurangnya salah satu pemeriksaan berikut:
  • Isolasi virus Dengue dari serum atau sampel otopsi.
  • Pemeriksaan HI test dimana terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan serum akutdan konvalsen atau peningkatan anti bodi IgM spesifik untuk virus dengue.
  • Positif antigen virus Dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau cairan serebrospinal (LCS) dengan metode immunohistochemistry, immunofluoressence atau serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan (ELISA)
  • Positif pemeriksaan antigen dengue dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) atau pemeriksaan NS1.

Pemeriksaan Laboratorium

Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue antara lain:
Hematologi
Leukosit
  • Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil
  • Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di daerah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ketujuh.
Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan dengan cara:
  • Semi kuantitatif (tidak langsung)
  • Langsung (Rees-Ecker)
  • Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Jumlah trombosit ≤ 100.00/µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik.
Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoranpembulu darah. penilaian hematokrit in, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% (misal Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau pendarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke7). pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge.
nilai hematokrit:
  • Anak-anak : 33- 38 vol%
  • Dewasa laki-laki : 40-48 vol%
  • Dewasa perempuan : 37-43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht= 3 x kadar Hb.
Radiologi
pada foto toraks posisi "Right Lateral Decubitus" dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites penebalan dinding/kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Senografi (USG)
Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita terinfeksi virus dengue.
a. Uji serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji buku emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada faseakut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.
b. ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit anti bodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dilakukan hanya dengan menggunakan satu sample darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat di dapat. saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misal Dengue Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test
Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan skunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas mncul pada infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam)dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai dengan standar WHO. hanya respon antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak terditeksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke-14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2.
Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan kontrol tanpa garis IgG, maka positif infeksi dengue Primer (DD), sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol IgG dan IgM dinyatakan sebagai positif infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis mengarah ke DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja.

(sumber: Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue Kementerian Kesehatan RI,2015)

Rabu, 02 Agustus 2017

Diagnosis Klinis Infeksi Dengue

 

Diagnosis Infeksi Dengue

Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tatalaksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans, penelitian dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif.


Kriteria Diagnosis Klinis

Manifestasi klinis infeksi dengue sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan penyakitnya. Dengan meningkatnya kewaspadaan masyarakat terhadap infeksi dengue, tidak jarang pasien berobat pada fase awal penyakit, bahkan pada hari pertama demam. Sisi baik dari kewaspadaan ini adalah pasien demam berdarah dengue dapat diketahui dan memperoleh pengobatan pada fase dini, namun di sisi lain pada fase ini sangat sulit bagi tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue. Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi dengue harus dicurigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan laboratorium rutin.Tanpa adanya petunjuk ini di satu sisi akan menyebabkan keterlambatan bahkan kesalahan dalam menegakkan diagnosis dengan segala akibatnya, disisi lain menyebabkan pemeriksaan laboratorium berlebih dan bahkan perawatan yang tidak diperlukan yang akan merugikan bagi pasien maupun dalam peningkatan beban kerja rumah sakit.
Berdasarkan petunjuk klinis tersebut dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas klriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan Expanded Dengue Syndrome (unusual manifestation). (UKK Infeksi dan Penyakit tropis IDAI,2014)

1. Demam Dengue (DD)
Demam tinggi mendadak (biasanya lebih dari 39 drajad celcius) ditambah dua atau lebih gejala/tanda penyerta:
- Nyeri Kepala
- Nyeri belakang bola mata 
- Nyeri otot dan tulang 
- Ruam Kulit
- Manifestasi pendarahan
- Leukopenia (Leukosit kurang dari 5000/mm3)
- Trombositopenia (trombosit kurang dari 150.000/mm3)
- Peningkatan hematokrit 5-10 %

2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1) Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi berikut:
a. Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, dan terus menerus
b. Adanya manifestasi pendarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji torniquet positif.
c. Trombositopnia (Trombosis kurang dari sama denga 100.000/mm3).
d. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai salah satu atau lebih tanda berikut:
-Peningkatan hematokrit/hemokonsentrasi lebih dari atau sama dengan 20% dari nilai base line atau penurunan sebesar itu pada dase konvalense.
-Efusi pleura, asites dan hipoproteinemia/hipoalbuminemia.
2) Karakteristik gejala dan tanda utama DBD sebagai berikut:
a. Demam
-Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari.
-Akhir fase demam setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. Demam hari ke-3 sampai dengan ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok.
b. Tanda-tanda perdarahan
- Penyebab perdarahan pada pasien DBD adalah Vaskulopati, trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Torniquet positif (uji Rumple Leed/uji bendung), peteki, purpura, ekimosis dan pendarahan konjungtiva.
Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai setelah 3 hari demam.
- Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai, dengan menggunakan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan merenggangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan atau peregangan kulit berart bukan petekie.
Perdarahan lain yaitu epitakasis, perdarahan gusi, melena, dan hematemesis. Pda anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merpakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.
- Uji Bendung (Torniquet Test) sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumtif test(dugaan kuat).
 - Pada hari ke-2 demam, uji Torniquet memiliki sensitifitas 90,6% dan spesifisitas 77,8%, dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,75 dan spesifisitas 74,2%.
- Uji Torniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pad a1 ici persegi (2,5 cm x 2,5 cm) dilengan bawah bagian siku depan (Volar) termasuk pada alipatan siku (fossa cubiti).
c. Hepatomegali (pembesaran hati)
- Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 dibawah lengkungan iga kanan dan bawah procesus xifoidesus.
- Proses pembesaran hati, dan tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada naka besar daripada nak kecil.
d. Syok
- Tanda bahaya (warning sign) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue antara lain:
*Klinis             : - Demam turun tapi keadaan anak memburuk
                         - Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
                         - Muntah Persisten
                         - Latergi, gelisah
                         - Perdarahan Mukosa
                         - Pembesaran hati
                         - Akumulasi cairan
                         - Oliguira
*Laboratorium : Peningkatan kadar henatokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit Hematokrit awal tinggi.

 Demam Berdarah Dengue dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)
- Memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
- Ditemukan adanya tanda gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi maupun yang dekompensasi

Tanda dan gejala syok terkompensasi:
- Takikardia
- Takipnea
- Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolik) < 20 mmHg
- Waktu pengisian kapiler (capillary refill time/CRT) > 2 detik
- Kulit dingin
- Produksi urin (output) menurun
- anak gelisah
Tanda dan gejala Syok Dekompensasi:
- Takikardia
- Hipotensi (sistolik dan diastolik)
- Nadi cepat dan kecil
- Pernapasn Kusmaull atau hiperpnoe
- Sianosis
- Kulit lembap dan dingin
- Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

3. Expanded Dengue Syndrome (EDS)
Memenuhi kriteria demam dengue atau demam berdarah dengue baik yang disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
- Kelebihan cairan
- Gangguan elektrolit
- Ensefalopati
- Ensefalitis
- Perdarahan hebat
- Gagal ginjal akut
- Haemolytic Uremic Syndrome
- Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
- infeksi ganda
                              (sumber:Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue Kementerian Kesehatan,2015)





Tatalaksana Demam Berdarah Dengue (DBD)

1). Tatalaksana DBD Tanpa Syok Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan Penyakit lain adalah adanya peningkatan permiabilitas kapiler...