1). Tatalaksana DBD Tanpa Syok
Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan Penyakit lain adalah adanya peningkatan permiabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostatis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (The Time of Defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostatis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hemotokrit. Fase kritis ini pada umunya mulai terjadi pada hari ke tiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai ≤ 100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit sebelum terjadinya penurunan suhu. Peningkatan hematokrit ≥ 20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemeberian cairan. Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/µl. Secara umum pasien DBD drajad I dan II dapat dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit Kelas D,C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi tiga fase yaitu, fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan (Konvalenses):
a. Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalakasana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan . Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
b. Fase Kritis
Priode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mngkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan drajad kebocoran plasma dan pedomon kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal sekali sejak hari sakit ke tiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat digunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. walaupun demikian penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30 - 60 menit). Tetesan berikutnya harus disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan apabila:
1). Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi serta tidak mungkin diberikan minum peroral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat syok.
2). Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan bergantung derajat dehidrasi dan kehilanganelektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0.45%. Bila terdapat asidosis, diberikan Natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB Intravena bolus perlahan-lahan.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringger laktat/NaCl 0,9%, 6-7 ml/kg/BB. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan selama 24-48 jam.
Jenis cairan
- Kristaloid: larutan Ringger Laktat (RL), Larutan Ringger Asetat (RA), Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) , Dektrosa 5% dalam larutan Ringer Asetat (D5/RA), Dektrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
- (Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang mengandung dektosa)
- Koloid: Dekstran 40, plasma, Albumin, Hidroksil etil Strach 6%, gelafundin.
c. Fase penyembuhan/Konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/sekunder akan muncul pada daerah ekstrimis. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsobsi cairan ekstravaskuler kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distras pernafasan.

Ruam di kulit yang menyeluruh dengan bercak-bercak putih (halo)
2). Tatalaksana DBD dengan Syok (Sindrom Syok Dengue/SSD)
Syok merupakan suatu keadaan kegawatan. Cairan pengganti (volume replacement) adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, latergi/lemah, ekstrimisitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20mmhg) atau hipotensi, dan pemingkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat secara terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Pada penderita SSD dengan tensi tidak terukur dan tekanan nadi ≤20 mmhg segera beri cairan kristaloid sebanyak 20ml/kgBB selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Tatalaksana DBD dengan syok meliputi:
a. Penggatian Volume plasma segera
Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai Berat Badan ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebih 30 ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500 ml/ hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian tranfusi darah segar/komponen sel darah merah dalam volume kecil (10 ml/kgB/jam) dapat diulang sampai dengan 30 ml/kgBB/jam, setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.
b. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Pengantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 am.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan dengan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi.
Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskuler (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.
c. Koreksi gangguan Metabolik dan Elektrolik
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID (Koagualasi Intravascular Disseminata), sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.
d. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter permenit arus selalu diberikan pada semua pasien syok. dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabla dipasang masker oksigen.
e. Tranfusi darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjagan (prolonged shock). Pemberian tranfusi darah dberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabial disertai hemokonsentrasi. Penurunan hemotokrit (misal dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi perdarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguan untuk pasien dengan KID (Koagualasi Intravascular Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menyebabkan kematian.
f. Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam monitoring adalah:
- Nadi, Tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok dapat teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan cairan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekensi diuresis.
Pada pengobatan renjatan/syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS rujukan.
g. Ruang rawat Khusus Untuk DBD/SSD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua/kelarga pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum mapun yag diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.
h. Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini:
- tampak perbaikan secara klinis
- tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
- hematokrit stabil
- jumlah trombosit >50.000/µl dan menunjukkan kecendrungan meningkat.
- tiga hari setelah syok teratasi (hemodinamik stabil)
- nafsu makan membaik.
(sumber: Pedoman pengendalian DBD Kementerian Kesehatan, 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar